Rabu, 15 Juli 2009

How True is the Truth? Whose Truth?

Oleh: Hingdranata Nikolay

Sering mendengar ada yang berkata “Faktanya begitu, kok!” atau “Memang ini yang sebenarnya!” atau “I know I’m right!”, atau “That’s the truth!” dan sejenisnya?

Hal menarik mengenai ‘truth’ adalah bahwa ia sangat kontekstual! Tergantung dari SUDUT PANDANG SIAPA, PERASAAN SIAPA, atau bahkan APA YANG PENTING.

Otak tidak membedakan yang mana yang REAL yang mana yang tidak. Keduanya diproses sesuai PILIHAN kita.

Secara otomatis, otak akan MEMILIH apa yang ingin dilihat, ingin didengar, dan ingin dirasakan oleh kita.

Apabila Anda ingin bertemu seseorang yang galak, rasa gugup atau cemas Anda muncul jauh sebelum bertemu dengan orang itu.

Apakah sudah REAL terjadinya? Belum. Tapi otak Anda membuatnya REAL, sehingga Anda gugup, cemas, jantung Anda berdetak luar biasa, dll., padahal orangnya belum REAL di depan Anda.

Output pikiran kita adalah hasil dari beberapa proses di otak, yang di NLP dikenal sebagai Deletion, Distortion, dan Generalization. Lalu juga berdasarkan belief dan values kita, memory, preferensi pribadi kita, pengetahuan kita, dll. Jadi outputnya sangat tergantung dari proses di otak kita, dan kemungkinan variasinya luar biasa mengingat probabilitas perbedaan values, memory, pengetahuan, dll. dari setiap orang di muka bumi. Coba pikirkan, apa yang menurut Anda BENAR 10 tahun lalu, sekarang mungkin hanya bisa Anda tertawakan. Pada saat pengetahuan kita bertambah, pengalaman kita bervariasi, belief kita berpindah-pindah, memory kita merekam kejadian demi kejadian, konsep kita mengenai yang BENAR pun bergeser. Lalu seberapa SALAH kita di masa lalu? Akankah apa yang kita pikirkan sebagai BENAR saat ini juga menjadi BENAR di masa mendatang? Ingat pula, apa yang biasanya dianggap sebagai FACTS di masa lalu, sekarang hanyalah dianggap sebagai BELIEFS di masa lalu, dan yang di masa lalu hanya BELIEFS, sekarang menjadi FACTS. Dan kalau melihat ke belakang, Anda juga bisa meninjau kembali, is it RIGHT to always want to be RIGHT?

Coba pikirkan kembali kapan terakhir kali Anda berpendapat bahwa pasangan seseorang sahabat Anda jelek, tapi sahabat Anda berpendapat bahwa orangnya sangat oke.

Baju Anda yang Anda anggap bagus ditertawai orang lain. Cita-cita Anda diremehkan orang lain.

Atau kapan terakhir kali Anda berargumentasi dengan seseorang dan terlibat debat kusir, dan tidak ada hasil karena sama-sama ngotot?

Banyakkah hal dimana Anda tidak sepaham dengan orang di sekitar Anda? Tanyakan ini kepada seseorang yang merasa bahwa ‘the world is against him or her’ dan Anda akan tahu betapa frustrasinya merasa diri BENAR dan tidak dilihat orang lain sebagai BENAR.

Lalu WHOSE TRUTH IS THE TRUTH? HOW TRUE IS YOUR TRUTH? How do we know we are absolutely true?

You see, di dunia ini ada yang namanya ‘Collective Unconsciousness’, yakni sesuatu yang dipercayai secara bawah sadar oleh banyak orang, entah BENAR atau SALAH. Ini adalah hal-hal seperti agama, hukum, etika, perbuatan baik, dll. Dan orang-orang yang berbagi kepercayaan bawah sadar yang sama ini cenderung berkumpul dan berkomunitas, serta saling mendukung dan membenarkan, seperti halnya di Inspirasi Indonesia ini dan berbagai komunitas lain.

Ini yang sering dipakai sebagai tolok ukur oleh banyak orang, ketika mereka mengatakan seseorang atau sesuatu itu BENAR atau SALAH. Dan ingat, ketika kita menjatuhkan vonis BENAR atau SALAH, itu sudah men-generalisasi lho….

Bagus, apabila kita bisa mempunyai sebuah generalisasi sebagai tolok ukur atau penyedia PILIHAN pribadi dan BERGUNA untuk kita, tapi bisa menjadi masalah saat terjadi PEMAKSAAN apa yang kita rasa BENAR ini ke orang lain yang punya generalisasi berbeda berdasarkan proses di otak dia sendiri. Dan lebih berbahaya apabila generalisasi ini malah membatasi PILIHAN kita untuk maju.

Di NLP disarankan untuk tidak hanya mempergunjingkan apa yang BENAR dan SALAH, tapi apakah yang BENAR atau SALAH itu BERMANFAAT bagi yang mempergunjingkan atau malah tidak.

Dan sangat dianjurkan untuk menghormati konsep BENAR orang lain, sebelum kita menyampaikan konsep BENAR kita. Satu alasan orang lain tidak menghormati konsep BENAR kita adalah karena kita juga tidak menghormati konsep BENAR mereka. Ingat kembali, menerima tidak sama dengan menyetujui.

Kita tetap ingin mencari apa yang BENAR, dan it’s okay to do that, RIGHT? In FACT, seumur hidup kita adalah untuk mencari apa sih yang seBENARnya BENAR? Keep looking and put all the pieces together, my friend. Hanya saja, ingat, orang lain juga sepanjang hidupnya mencari yang BENAR ini. Dan pada saat bertemu, daripada ribut tak berujung dan tak berguna, hormati pencarian masing-masing dan GO ON SEARCHING! Apabila butuh resolusi karena butuh adanya sebuah keputusan dari perbedaan, carilah advis, penengah, atau otoritas untuk mempersepsikan yang BENAR. Much more PEACEFUL resolution.

Jadi next time, Anda bisa memilih untuk mengatakan “You are WRONG!” atau “I respect your opinion, and here is mine ………!”

I’m writing this as I know I’m RIGHT, RIGHT?


by http://www.inspirasiindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar