Jumat, 24 April 2009

Katak Machiavelli di dunia kerja

Dunia kerja, adalah juga kumpulan orang2 yg secara bersama2mencari rizki dg kegiatan usaha nya , secara sosiologis, bila ada kumpulan orang maka akan timbul interaksi sosial dan dari interaksi yang kompleks , timbul lah "praktek politik" , dalam skala yang sederhana , sampai ada buku "Politic at office" yang menjelaskan fenomena tersebut , karena itu lah, logika Machiaveli yg sebelum ini kita kenal di dunia politik , bisa berlaku juga di dunia kerja , misalnya dalam ranah persaingan karier , merebut posisi/ jabatan pada suatu perusahaan.

Machiaveli seorang ahli politik dalam sejarah kuno romawi, dikenal dengan nasihat2 nya yg dianggap licik, tapi ternyata efektif dalam meniti karier politik dan "bermain" politik. Dari sisi moralitas bisa jadi dogma2 dari Machiaveli dianggap sebagai suatu hal yg tidak bermoral, namun berbeda pandangan dari sisi politik praktis, yang seringkali menghalalkan saja berbagai cara untuk mencapai tujuannya.

Hal yg sama ternyata bisa berlaku juga di dunia kerja atau bisnis secara umum. Salah satu tindakan praktis di dunia kerja yang menggunakan juga logika serupa dikenal dg istilah perilaku katak , yg diterapkan oleh sebagian pekerja dalam menapaki karier nya . Katak secara karikatural / parodi digambarkan sebagai berperilaku , ke atas menjilat (menangkap mangsanya) , ke samping menyikut dan ke bawah menginjak. Analogi itu menggambarkan karakter pekerja yang kalau ke atasan / bos berperilaku "menjilat" , ingin kelihatan hebat di mata atasannya dengan berbagai cara, cari muka istilah gaulnya, kepada rekan satu level ia saling sikut (merendahkan/ menjelek2an) atau tindakan yg merugikan lain nya, sedangkan kepada bawahan "menginjak" , dalam arti perilaku yg menekan atau memeras tenaga bawahan untuk kepentingan sendiri , tanpa mempedulikan hak bawahan bersangkutan.

Sebenarnya itu hanyalah hiperbolisme semata,yg kalau sampai binatang katak bisa mengerti, mungkin mereka akan protes juga kepada bangsa manusia , tapi yah itulah manusia suka memberi gambaran jelek pada binatang , sama seperti istilah kambing hitam. Sebagian pekerja sudah mafhum dg istilah demikian , dan memang benar2 ada , para pekerja yg berperilaku seperti itu ( karakter katak ). Bila pekerja tersebut tambah canggih lagi dalam "bermain" strategi politik di tempatnya bekerja , maka bisa pula kita istilahkan dengan "Katak Machiaveli" .

Pengalaman saya di dunia kerja, menunjukkan bahwa secara diametral, ada dua tipe pekerja; Pekerja yg kompeten, bekerja dengan dedikasi tinggi dan tulus , namun kurang pandai berkomunikasi , yang merupakan salah satu cabang keahlian politik kantor . Di sisi lain ada pekerja yg kompetensi teknis nya biasa2 saja, tapi memiliki kemampuan politik kantor yg tinggi, pandai berkomunikasi dan ahli dalam membuat tak tik dan intrik2.

Banyak kasus di dunia kerja, menunjukkan bahwa mereka yang berdedikasi tinggi, ahli dan tulus, kalah bersaing dalam perkembangan

karier di bandingkan dengan pekerja yg walau skill teknis nya pas2an, tapi pandai berkomunikasi dan berstrategi. Kesuksesan karier tak selalu berhubungan dg skill teknis seorang pekerja , karena perusahaan tak memberikan respon yg setimpal, terutama pada perusahaan yg HRD system nya tak berjalan baik atau corporate culture nya lemah..

Para pekerja demikian, mungkin mereka yg pernah ikut pelatihan pengembangan diri seperti ESQ ( Emotional Spiritual Quotient ) nya Ari Ginanjar, atau Manajemen Qolbu nya Aa Gym , atau implement effective habit nya Steven Covey , mereka memang akan menjadi pekerja yg berdedikasi tinggi, serta memiliki performance yg bagus, namum bila rekan kerja, atau perusahaan tidak menerapkan konsep positif pula, bisa jadi mereka akan menghadapi hambatan dalam realita sehari-hari di dunia kerjanya. Secara ilmiah, mungkin logika Machiavelli adalah kebalikan dari logika2 positif yg dikembangkan oleh Steven Covey (Integrity), ESQ atau MQ.

Pada perusahaan yg memiliki corporate culture yg sehat dan HRD system nya berjalan baik , kita istilahkan dengan perusahaan ideal , akan lain kondisinya , di tempat ini, pekerja yg berdedikasi tinggi, bekerja dg tulus dan cermat, akan mendapatkan imbal balik yg bagus juga dalam perkembangan karier nya. Tapi perusahaan ideal tsb , bisa dikatakan hanya sebagian kecil dari Perusahaan secara umum.

Sebuah penelitian psikologis di Amerika, yg meneliti karakteristik perusahaan dari sisi psikologis, dg mengumpamakan perusahaan bagaikan manusia, Setelah mengadakan penelitian bertahun2 pada banyak perusahaan, ia menemukan bahwa perusahaan adalah bagaikan makhluk yg psikopat , memiliki karakter yg jelek ; ingin menang sendiri, cari untung yg banyak , tak peduli dg yg lain dan berbagai karakter negatif lain nya. Yah memang perusahaan bukan makhluk yg bernyawa, tapi ternyata berperilaku seperti itu. Hasil penelitian tsb dibuatkan film dokumenter dg judul "The Corporate".

Tingkah laku paling ekstrim digambarkan pada perusahaan yg mana pimpinan / pemilik modal , memeras tenaga pekerja nya , tapi tak memberikan imbalan yg setimpal ditambah lagi dengan perilaku yang tidak adil terhadap semua karyawan nya. Hal tersebut mendorong pula karyawan untuk berperilaku negatif, antara lain sikap "menjilat" pada atasan agar diperlakukan dg baik, atau lebih parah lagi melakukan korupsi kecil2 an atau mencuri barang2 perusahaan, karena ia menganggap bahwa perusahaan telah menganiaya dirinya selaku Pekerja.

Karakter perusahaan yg seperti itu, akan klop sekali dengan para pekerja yg memiliki karakter "Katak Machiaveli" tersebut diatas , sehingga banyak kita temui , bahwa banyak mereka yg sukses berkarier selain mereka yg memang benar2 kompeten dari segi teknisdan pandai berkomunikasi, adalah juga , mereka yg biasa2 saja dari sisi kompetensi, tapi ahli juga dalam "politik kantor" . Banyak juga kita temui , pekerja2 yg idealis,berdedikasi tinggi dan memiliki kompetensi teknis , tapi karier nya mentok atau bahkan frustasi , bahkan keluar kerja dan berpindah2 kerja dari perusahaan keperusahaan lain, tapi tetap saja kariernya tak berkembang bagus.

Karakter perusahaan yg tidak sehat seperti itu ,seringkali menjadi bahan ejekan juga , sumber ketidak puasan dari para pekerja idealis yg merasa telah bekerja dg dedikasi tinggi, tapi perusahaan tak memberikan balasan setimpal.

Dalam dunia kerja, bisa dipilah dua tipe pekerja, pekerja yg sukses dan pekerja yg berbakti untuk perusahaan. Pekerja yg berdedikasi tinggi akan mendarma baktikan dirinya untuk kemajuan perusahaan dengan berbagai cara , ia berjuang dengan tulus dan ikhlas , syukur bila ia berada di perusahaan yang bagus juga budaya dan HRD systemnya,ia akan mendapatkan kompensasi dan pengembangan karier yg baik , tapi bila berada di perusahaan yg tak sehat budaya nya, ia akan jadi pekerja idealis yg frustasi.

Pekerja yg sukses, sejak awal masuk kerja, sudah berpikir bagaimana caranya ia bisa sukses, dapat jabatan tinggi, dapat gaji yg besar ,fasilitas , training dan berbagai manfaat lain nya. Kalau mereka memang memiliki kompetensi dan kecerdasan yg tinggi pula , tinggal dipulas dg kemampuan komunikasi dan keahlian sosial lain nya, ia akan jadi pekerja yg sukses. Ada pula pekerja yg ingin sukses tapi tak memiliki kompetensi yg memadai, akhirnya ia lebih mengandalkan kemampuan, komunikasi, lobby dll, untuk mencapai keberhasilan nya tersebut.

Pekerja sukses yg baik , adalah yg juga memberi kontribusi, terhadap kesuksesan perusahaan, ada dedikasi utk bersama, bahkan berani berkorban demi kemajuan perusahaan. Tapi pada sisi lain ada juga mereka yg berusaha meraih kesuksesan dg logika individualis / egois, bagaimana caranya saya bisa sukses sendiri, apa pun cara ditempuh, peduli amat dg rekan kerja yg lain , bahkan tak begitu peduli juga dengan perusahaan yg penting dirinya bisa sukses. seperti cerita parodi, seorang pimpinan proyek (pimpro) pada sebuah perusahaan yg berpendapat bisa saja proyek nya rugi, yg penting pimpro secara pribadi tetap untung . Ia hanya berusaha mencari manfaat sebesar mungkin dari perusahaan, tapi sebaliknya perusahaan tak mendapatkan manfaat yg besar dengan keberadaan pekerja tipe tersebut. Kalau tak didapat di suatu perusahaan ia berusaha mencari di perusahaan lain, kita kenal pula dg istilah pekerja kutu loncat.

Pekerja yg berusaha sukses secara individualis ini lah yg banyak pula menggunakan logika 'Katak Machiaveli" diatas , dalam menempuh jenjang karier nya.

Secara legal formal, mungkin sah sah saja, tak melanggar hukum , tapi secara hubungan timbal balik antara perusahaan dengan pekerja , perusahaan tak mendapat manfaat banyak dg tipe pekerja seperti ini, bahkan bisa merusak sistem pengembangan sumber daya manusia , merusak jenjang karier , bilamana ia memiliki jalur karier yg zig zag, melangkahi karier pekerja lain , menimbulkan rumor tak sedap dan de-motivasi pada pekerja lain , bila misalnya ia karena kemampuan lobby nya , menjadi pekerja kesayangan bos besar.

Para pekerja di satu sisi dan perusahaan di sisi lain , bisa kita andaikan bagaikan 2 makhluk yg berseberangan dan ketika mereka menandatangani kontrak kerja , saat itulah mereka bagaikan pasangan yg menjalin janji. Perkembangan selanjutnya penuh dengan lika liku , ada konflik seperti demo mogok kerja atau bahkan terjalin harmonis seperti perusahaan yg bisa mengayomi pekerjanya dg baik.

Sebenarnya perusahaan adalah kumpulan manusia juga, direksi dan komisaris pemilik modal. Manajemen perusahaan yg baik, akan berhasil juga mengarahkan semua kompetensi sumber daya nya untuk meraih keberhasilan, keberhasilan semua pihak, perusahaan untung dan karyawan pun bahagia. Bila kondisi seperti itu, bisa terbangun , pekerja yg berkarakter "Katak Machiaveli" tak akan ada, kalaupun ada sudah dikeluarkan secepatnya, supaya tak merusak sistem perusahaan secara keseluruhan.

Sebenarnya logika katak machiaveli tersebut , adalah hal yg rasional dalam dunia kerja , bahkan bisa disikapi secara positif,istilah nya kita lakukan "pemutihan" , utk logika tsb . Misal sikap "menjilat" atasan esensinya ialah bahwa walau bagaimana pun , atasan harus memiliki rasa percaya yg tinggi terhadap kehandalan kerja anak buah nya , dan dengan sikap yg komunikatif , relasi yg baik, akan positif dalam proses pekerjaaan. Bawahan perlu membuat cara agar atasan nya percaya dan merasa dekat, hal tersebut bisa dilakukan dengan cara yg positif tanpa merendahkan diri. Sikap "menyikut" pada sesama rekan kerja selevel , makna nya ialah bahwa kompetisi yang sehat antara esama pekerja sah sah saja, dengan kompetisi lah akan terlihat siapa pekerja yg lebih kompeten , namun tetap mendahulukan sikap bekerja sama sesama rekan kerja.

Kalau sikap menginjak pada bawahan , memang adalah sikap yg negatif, sudut pandang positif nya ialah diperlukan sikap yg tegas dan jelas terhadap bawahan dalam pelaksanaan tugas dan atasan tetap memiliki wibawa dimata bawahan nya.

Bila dibuat analogi , pekerja yg berdedikasi tinggi, tulus dan kompeten , adalah bagaikan gadis desa yg berhati tulus. Ia memang cantik secara karakter, tapi tetap diperlukan pakaian yg serasi dan perawatan tubuh yg cukup, sehingga orang lain bisa melihat dia sebagai gadis yg cantik luar dalam. Bila ia berpakaian seadanya, tak merawat diri, walau ia seorang gadis yg baik hati , tulus, tetap saja belum tentu orang lain memiliki persepsi yg positif , ia perlu memulas diri, agar kecantikan dalam nya ( inner beauty ) dilengkapi dengan tampilan luar yang positif pula.

Kira2 hal yg sama berlaku untuk pekerja yg berdedikasi tinggi tersebut, ia perlu "memulas" dirinya dengan keahlian komunikasi dan jalinan relasi yg baik dengan semua pekerja , atasan dan bawahan nya , ia akan menjadi pekerja yg benar2 menjadi asset perusahaan yg berharga.

Para pekerja yg bekerja dengan dedikasi tinggi , misal antara lain menerapkan konsep2 effective habit nya Steven Covey , Integrity , (part of be proactive habit). Secara diametral, sikap yg memiliki Integritas tinggi , adalah kebalikan dari sikap yg ditumbuhkan dari logika Machiavelli tsb , tapi sebenarnya kita bisa buat paduan yg serasi antara kedua hal tsb, dengan mengambil sisi2 positif dari taktik machiavelli tsb , untuk melengkapi Effective habit nya Covey , karena belumlah tentu pula, orang lain atau perusahaan memiliki sikap yg ber integritas pula , karena demikianlah realitas kehidupan, jalan tak selalu lurus .

0 komentar:

Posting Komentar