Selasa, 05 Mei 2009

Dream Society



Banjirnya informasi yang didorong oleh teknologi menimbulkan banyak pertanyaan seputar apa yang terjadi selanjutnya. Setelah abad TI lalu apa lagi? Rolf Jensen percaya bahwa informasi-informasi itu akan membentuk story (cerita) dan mengkristal dalam bentuk-bentuk emosional. Mengacu pada studi yang dilakukan Copenhagen Institute for Future Studies, Jensen menemukan gambaran konsumen masa depan.

Kata studi itu, pertumbuhan konsumsi di masa yang akan datang akan bertumpu pada hal-hal yang sifatnya nonmaterial. Artinya, konsumen akan lebih menekankan pada aspek-aspek di luar benda itu sendiri. Telepon, mobil, dan makanan memang penting, tapi produk-produk itu akan bergerak lebih cepat bila diperkaya dengan story dan emosi. Diyakini bahwa cerita suatu produk akan menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan konsumen.

Opera si Bongkok atau cerita Si Bongkok dari Notredame menggerakkan turis ke Paris menuju Katedral Notredame. Demikian juga kisah lukisan Leonardo da Vinci dan arsitek Gustave Eiffel. Semua cerita itu menggerakkan pasar secara emosional seperti halnya Anita Roddick menggerakkan The Body Shop. Dalam kehidupan modern, peranan cerita menjadi sangat penting karena manusia tidak bisa menerima mesin (komputer) begitu saja. Mesin adalah dingin, tidak memberikan sentuhan personal. Sebaliknya, cerita memberikan khayalan yang bisa dibicarakan bersama dan menimbulkan ikatan emosi yang kuat. Dengan product story yang menyentuh, suatu produk, ide, jasa, atau tempat bisa menjadi suatu kebanggaan, bahkan hero bagi seseorang.

Jensen menemukan setidaknya sudah terbentuk enam pasar besar masyarakat pemimpi ini. Saya yakin banyak di antara pembaca yang bisnisnya berada di seputar dream society namun belum memahami betul pentingnya product story dalam mendesain produk dan komunikasinya. Mungkin, setelah membacanya, Anda akan mempunyai gagasan-gagasan baru yang brilian. Keenam pasar tersebut: (1) the market for adventure, (2) the market for togetherness, friendship and love, (3) the market for care, (4) the who-am-I market, (5) the market for peace of mind, dan (6) the market for convictions. Dua pasar pertama akan saya bahas dan empat berikutnya dalam tulisan selanjutnya.

Ada peluang profesi baru: penutur cerita

Pasar petualangan belakangan ini tampak jelas tumbuh secara spektakuler. Beberapa waktu lalu, di hadapan kita semua disajikan berita tentang seorang pengusaha yang bersedia membayar US$ 20 juta untuk menjadi wisatawan di angkasa. Mengapa Dennis Tito berani melakukan petualangan berbahaya itu? Salah satunya adalah tersedianya informasi yang lengkap tentang jagat raya, keselamatan, serta teknologi yang tersedia.

Memang, sejak internet merambah dunia, cara manusia mempelajari informasi perjalanan mulai bergeser, dari buku-buku perjalanan wisata ke diskusi mendalam (consumer to consumer) dalam suatu komunitas di dunia cyber. Cerita-cerita tentang angkasa raya, seperti juga tentang Bali dan Mesir, begitu mudah ditemui di internet. Kalau masih kurang jelas mereka bisa melakukan diskusi dengan para astronot atau mantan astronot yang terjalin di beberapa cyber community.

Dennis Tito cuma satu contoh. Arloji Rolex adalah contoh lainnya. ”Kalau Anda mencari arloji karena fungsinya saja, yaitu ketepatan waktu, cukup membayar US$ 10. Tapi, bila Anda ingin mendapatkan lebih dari itu, harus membayar US$ 15.000 untuk cerita dan getaran-getaran emosionalnya,” kata orang-orang Rolex. Rolex mengembangkan konsep Spirit of Enterprise dengan mengeluarkan Rolex Award for Enterprise Journal. Dalam jurnal itu disajikan beberapa cerita yang dikirim oleh achiever - begitu Rolex menyebutnya- tentang pengalamannya meraih prestasi bersama Rolex. Cerita-cerita nyata itu lalu diedarkan di segmen super-premium.

Hal yang sedikit berbeda nuansanya ditemui dalam pasar togetherness, friendship, dan love. Cinta adalah suatu bentuk ekspresi manusia yang biasanya dilengkapi dengan seremoni, dan benda-benda artifak. Hampir semua parfum premium dipasarkan dengan pendekatan ini, dan belakangan telekomunikasi juga melakukan komunikasi dengan pendekatan togetherness. Telepon bukanlah teknologi yang dingin, melainkan suatu bentuk ekspresi komunikasi yang mendekatkan manusia pada jarak yang jauh sekalipun.

Singkatnya, dream society mempunyai karakter yang khas dan digerakkan oleh cerita untuk mengonsumsi sesuatu. Tentu saja orang-orang bisnis belum terlatih baik dalam mendesain produk maupun komunikasinya untuk menangkap segmen ini. Dalam society ini jelas dibutuhkan suatu profesi baru: story teller. Anda berminat? ………..kenyit(to be continued)

This article was prepared by : Rhenald Kasali

0 komentar:

Posting Komentar