Selasa, 05 Mei 2009

Dream Society (cont.)



Artikel lalu saya sudah memaparkan dua jenis pasar dalam dream society yaitu pasar togetherness, love, and friendship, dan pasar petualangan (adventure for sale).

Sekarang marilah kita teropong pasar yang disebut Rolf Jensen sebagai Who-am-I Market. Ini adalah sebuah pasar jati diri, yaitu cara seseorang menyatakan self atau dirinya kepada orang lain seperti bunyi pesan iklan Stanley Adam: “pakaian adalah suatu bentuk pernyataan diri”. Pasar ini tentu tidak terbatas pada pakaian saja. Segala sesuatu yang melekat pada tubuh kita (aksesori, jam tangan, topi, tato, pena, dasi, tas, ikat pinggang, sepatu) sampai benda-benda yang sering ikut kita (mobil dan rumah) adalah bagian dari pernyataan diri seseorang. Tapi, jati diri seseorang tidak hanya ditentukan oleh benda-benda duniawi dan hedonis itu melulu. Jati diri seseorang dinyatakan pula oleh hal-hal yang sifatnya intangible seperti pendidikan (termasuk gelar-gelarnya, otaknya, cara mengungkapkan pikiran-pikirannya), cara berjalan, kepemimpinan dan komunitas-komunitas yang diadopsinya.

Pasar ini bagi sebagian orang adalah misteri besar. Namun, begitu dikuak nyatalah bahwa misteri itu sebuah kerajaan besar yang punya keinginan membeli sangat besar. Komedian Dedy Gumelar yang lebih dikenal dengan nama Miing pernah mengatakan kepada saya, nama saya Miing. Saya mau naik taksi, Mercy, bus, atau Karimun sekalipun orang akan tetap memanggil saya Miing. Begitu seseorang berani mengatakan dan melakukan hal tersebut, tentu saja kita melihat sebuah jati diri yang kuat. Sebagai self, orang itu sudah jadi.

Coba bandingkan dengan orang-orang yang setiap hari kita saksikan senang sekali menggelembungkan dirinya. Di suatu kota di negeri tercinta ini pada saya pernah ditunjukkan seorang pengusaha yang baru saja membeli gelar doktor. Gelar itu dipajangnya di media masa dan kartu bisnisnya. Bahkan, di berbagai kegiatan MC diminta membacakan gelarnya dengan lengkap. Padahal gelar itu dibeli dari sebuah lembaga di Jakarta, yang dikenal rajin beriklan mengobral gelar macam-macam. Kalau tidak salah harga gelar itu cuma empat juta rupiah. Saya lihat sudah banyak dreamer yang kurang punya rasa percaya diri membelinya. Di kalangan orang yang memperoleh gelar doktor dengan susah payah saya hitung ongkos sekolah saya selama lima tahun sekitar satu miliar rupiah. Tentu saja orang-orang itu diterima dengan cekikikan: lucu dan menggelikan. Gelar beliau justru mengungkapkan aib: seorang dreamer yang tidak punya rasa percaya diri dan membutuhkan pengakuan dari orang lain. Dengan kata lain, pernyataan diri orang itu belum kuat, hidupnya rapuh, akarnya tidak kokoh.

Kalau Saudara menonton di layar kaca pada hari Kamis malam (31 Mei) lalu. Lihatlah betapa bangganya Andrie Wongso mengakui dirinya hanya bergelar SDTT atau Sekolah Dasar Tidak Tamat. Andrie (47) kini menjadi miliuner dengan menjual kartu-kartu motivasi (Harvest) yang juga ditargetkan kepada dream society. Ia menjadi motivator olah ragawan nasional yang hampir menyerah sehingga bangkit kembali sebagai juara.

Hal-hal yang sifatnya intangible ini tentu banyak Saudara temui dalam kehidupan kelas menengah sehari-hari. Manusia bukan hanya mencari isi, tapi juga membeli kemasan. Ada yang bergabung dengan Lions Club atau Rotary Club untuk mengembangkan pribadinya, tapi pasti ada pula yang mencari kemasan. Ada yang menyumbang karena ikhlas, tapi ada yang menyumbang (pribadi) sambil menunjukkan wajahnya di depan kamera televisi. Demikian pula orang-orang lugu tak mengerti politik yang tiba-tiba dibicarakan orang sebagai calon direktur karena katanya punya kartu anggota di salah satu partai. Mereka semua adalah dreamer: bisa dreamer ikhlas, bisa pula dreamer tertawaan.

Dalam dunia hedonis benda-benda sudah lama dipakai untuk memperkuat self seseorang. Champaign Moot & Chandon menjadi terkenal setelah menjangkau pasar ini. Story yang diambil adalah ucapan panglima perang Napoleon Bonaparte: In victory you deserve it, in defeat you need it”. Champaign ini disimbolkan dalam bentuk Grand Prise Racing Story. Pemenang lomba balap mobil dianugerahi sampanye. Sampanye dikocok di depan publik, dan muncratan gasnya disemburkan ke udara dengan disaksikan televisi dan jutaan konsumen.

Jam tangan Swatch punya konsep Irony dan Swatch Country.

Gucci yang dibuat tahun 1920 di Florence Italia memiliki konsep Stay Small to remain great, dan sekarang outlet-nya sudah mendekati 200 di seluruh dunia.

Levi' Strauss dengan pasar sebesar US$ 10 miliar lebih menjangkau remaja perempuan dengan konsep The Princes dream, the pony dream, the pretty bride dream.

Semua itu adalah sedikit dari contoh betapa sebuah story dapat memperkaya value added suatu produk yang ditargetkan pada jati diri Saudara.

Semua ini tentu terpulang pada jati diri Saudara masing-masing. Sebagian orang masih membeli semua perlengkapan self itu untuk mengisi dirinya. Sebagian lagi membeli karena fungsinya. Yang lain masih membeli karena harganya yang murah. Ada juga yang membeli karena butuh tempelan. Itu pun pasarnya terbagi dua, yaitu mereka yang mengutamakan tempelan dan mereka yang menjadikannya sekadar pelengkap, pengirim sinyal (extended self). Penganut pasar Who-am-I ini ada baiknya merenungi sajak yang ditulis seorang napi di Amerika ketika dia akan dihukum mati. Sajak ini ditemukan beberapa saat setelah napi itu dieksekusi. Judulnya Man in the Mirror. Simaklah isinya:

Jika Anda berjuang dan mendapatkan apa yang Anda mau

Dan dunia membuat Anda menjadi raja sehari

Pergilah ke kaca dan tataplah dirimu

Dengarkan apa yang dikatakan oleh orang dalam kaca

Ia bukanlah bapak, ibu atau istri

Yang selalu harus berpihak kepadamu

Orang yang sangat berpengaruh terhadap dirimu

Adalah orang yang menatapmu di kaca tersebut

Ia adalah orang yang harus Anda layani

Karena ia dan Anda yang menjalani sampai akhir

Dan Anda telah berhasil melalui ujian terberat dan paling berbahaya,

Jika Anda dan orang dalam kaca tersebut berhasil menjadi teman.

Anda bisa saja menipu seluruh dunia

Serta membuat semua orang bertepuk tangan

Namun yang Anda dapat hanyalah sakit hati dan air mata,

Jika Anda menipu orang di dalam kaca.
(Anonim)

This article was prepared by: Rhenald Kasali

0 komentar:

Posting Komentar